Uang dan Manusia yang Dapat Dipercaya
Menarik
penjelasan sejarah uang dari Gita Wiryawan dalam video singkatnya di Youtube,
kurang lebih:
Sejarah
uang bermula sekitar 5000 tahun yang lalu di Mesopotamia, di daerah Irak-Kuwait
sekarang. Pada saat itu relasi debitur-kreditur atau penjual-pembeli
menggunakan instrument tablet yang dibuat dari tanah liat atau keramik, untuk
kepentingan transaksi yang spesifik dan bersifat peer-to-peer dan Non-Fungible.
Model peer-to-peer ini sekaligus untuk verifikasi satu sama lain, tanpa perlu
verifikasi pihak ketiga. Itulah awalnya peradaban manusia memberikan
kepercayaan pada barang sebagai alat tukar-menukar. Oleh karenanya, konsep
utama dari uang adalah kepercayaan.
Di
jaman Yunani kuno, sekitar 600 SM, mulai digunakan koin sebagai alat tukar dan
transaksi. Perbedaan fundamental dengan tablet adalah koin tersebut bersifat
Fungible, yaitu maksud dan tujuannya bisa dicampur aduk. Dengan koin yang sama,
bisa digunakan untuk membeli berbagai produk barang dan jasa.
Pada
abad 14, tepatnya pada 1346, terjadi wabah black death yang melanda Eropa,
dimana 1/3 populasi Eropa meninggal pada saat itu. Karena kejadian tersebut,
diperlukan mata uang yang mudah digunakan sehingga diciptakan uang kertas, yang
bisa diberdayakan satu orang / insitusi. Berkat uang kertas ini, monetisasi
ekonomi menjadi lebih mudah sehingga perekonomian lebih berkembang (mungkin
untuk mengkompensasi kelesuan ekonomi karena kondisi pandemi sebelumnya). Uang
kertas ini tetap bersifat Fungible dan harus diverifikasi pihak ketiga. Bentuk
uang kemudian berevolusi, karena kekhawatiran akan kepercayaan uang itu
sendiri, sehingga diperlukan barang fisik sebagai penopang. Pada 1821 Inggris
adalah negara pertama yang mengadopsi standar emas sebagai penopang uang,
sampai ditiadakan pada tahun 1971 oleh Amerika Serikat karena pasokan emas
tidak sebanyak sebelumnya. Berkurangnya pasokan emas membuat volume transaksi
sulit meningkat.
Akhir-akhir
ini beberapa negara, misalnya Ameriksa Serikat, menerapkan quantitative easing
(QE), yang sederhananya adalah pencetakan uang. QE membuat peredaran mata uang,
seperti dolar, euro, poundsterling dan yen, semakin besar, hingga muncul
kekhawatiran jika jumlahnya semakin meningkat, maka nilainya akan semakin
menurun. Sejak 23 bulan yang lalu, jumlah mata uang yang dicetak telah mencapai
10 trilion dolar atau 10x perekonomian indonesia. Hal tersebut membuat manusia
semakin khawatir mengenai eksistensi dan perhitungan mata uang konvensional,
sehingga menaikkan popularitas krypto dan NFT, karena kita pada dasarnya lebih
nyaman dengan sesuatu yang peredarannya lebih tetap, dibandingkan dengan mata
uang saat ini yang peredarannya terus meningkat, sehingga nilainya cenderung
terus menurun. Uang krypto dan sekarang populer NFT ini mirip dengan model
tablet 5000 tahun yang lalu, yaitu manifestasi dari kepercayaan peer-to-peer yg
Non-Fungible dan tidak perlu verifikasi dari pihak ketiga.
Dari penjelasan Gita Wiryawan tersebut, meskipun masih menyisakan pertanyaan, misalnya bagaimana dengan masa depan Krypto, dimana nilainya berfluktuatif, apakah ini justru tidak mengurangi kepercayaan masyarakat(?), namun ini memberikan insight baru bahwa manusia pada dasarnya memang bisa dipercaya. Sejak ribuan tahun lalu, manusia sudah mempercayai sesamanya dalam kegiatan ekonomi. Jika ada literatur yang bisa digali, menarik untuk kita ketahui lebih lanjut, sistem sosial apa yang bisa membuat manusia bisa dipercaya? Apakah ada kepercayaan-kepercayaan tertentu, yang tertanam pemikiran sehingga dapat membentuk pribadi yang bisa dipercaya?
No comments