Kazakhstan dan Krypto
Dari awal tahun,
salah satu negara yang menjadi perbincangan adalah Kazakhstan. Negara Turkic
pecahan Uni Sovyet ini tampaknya sedang mengalami goncangan ekonomi-politik.
Aksi demonstrasi pada awalnya berlangsung damai untuk memprotes kenaikan harga
gas. Namun kemudian berubah menjadi rusuh dan isunya melebar karena ketidakpuasan
kondisi ekonomi-politik negara tersebut, seperti ketimpangan dan bahkan
menuntuk presiden Tokayev untuk mundur.
Kazakhstan adalah
negara kaya sumber energi, sekaligus penambang uang krypto Bitcoin terbesar
kedua dunia setelah Amerika Serikat. Sekitar bulan Mei-Juni 2021, sebagai
akibat dari pelarangan aktivitas krypto di China, penambang-penambang Bitcoin
mulai memindahkan aktivitasnya ke Kazakhstan. Diperkirakan sekitar 18% Bitcoin
dunia adalah hasil tambang Kazakhstan. Uniknya, berbeda dengan komoditas lain
seperti minyak, dimana saat penghasil minyak dilanda perang, harga minyak
kemudian naik. Pada saat perang Irak 2003 misalnya, harga rata-rata minyak
tahun 2002 sebelum perang sebesar $ 26,19 per barel, naik menjadi $ 31,08 per
barel tahun 2003. Tentu saja ada banyak faktor penentu harga minyak. Namun dari
data tersebut setidaknya menguatkan dugaan bahwa perang telah menurunkan
produksi minyak, sehingga ada problem kelangkaan yang menyebabkan harga naik.
Sedangkan untuk krypto, saat negara penghasilnya lagi rusuh, harga krypto
justru turun. Kerusuhan di Kazakhstan telah menyebabkan pemadaman listrik, yang
kemudian berakibat pada konektivitas internet. Harga Bitcoin pada Desember 2021
sekitar $ 47,000 yang kemudian turun menjadi sekitar $ 37,ooo pada 1 Februari
2022. Mungkin ini bukti signifikannya faktor "kepercayaan" sebagai
pembentuk harga krypto. Disaat rusuh, kepercayaan pada krypto berkurang,
sehingga harga turun.
sumber : www.statista.com |
Baru-baru ini, Kazakhstan muncul kembali di berita karena terancam pemadaman akibat aktivitas penambangan krypto yang meningkat pesat. Berbagai perangkat yang digunakan untuk menambang krypto ternyata memerlukan listrik cukup besar, sehingga ditengarai aktvitas ini tidak ramah lingkungan. Disaat banyak negara berkomitmen untuk menerapkan mengurangi untuk emisi karbon, peningkatan kebutuhan listrik yang mencapai 8% di Kazakhstan (biasanya tiap tahun hanya sekitar 1-2%), bisa jadi adalah tantangan baru untuk kepercayaan krypto di masa depan.
Terkait aset krypto sendiri, pada Desember 2021 pada ahli telah memprediksi nilai Bitcoin akan mengalami penurunan di tahun 2022, bahkan ada yang memprediksi akan mencapai $ 10,000. Fluktuasi ini pernah terjadi pada tahun 2013, dimana Bitcoin terjun diharga $ 3,000 setelah beberapa bulan sebelumnya berada diharga hampir $ 20,000. Penyebab kenaikan drastis Bitcoin dalam dua tahun ini adalah karena efek pelonggaran likuiditas, sebagai stimulus ekonomi di masa pandemi. Seperti yang kita tahu, banyak negara menerapkan aturan likuiditas longgar (quatitative easing) agar pandemi tidak membuat kehidupan ekonomi terperosok dalam. Akibatnya, banyak likuiditas mengalir ke aset Krypto yang akhirnya membuat aset ini naik tajam. The Fed sendiri sudah melakukan melakukan pengetatan likudiitas (quantitative tapering) sejak November 2021. Jika sebelum terjadinya krisis Kazakhstan saja Bitcoin diprediksi akan turun, maka dengan adanya krisis Kazakhstan, bisa jadi akan tambah memukul harga Bitcoin ditahun 2022.
No comments