Header Ads

Disiplin Makna

Suatu ketika di satu obrolan dua orang,

"Eh, kemarin sore kau ngapain?" tanya si A

"Saya gak ngapa-ngapain, diam dirumah saja"

"Eh jangan salah.. diam itu melakukan sesuatu sebenarnya, ya berdiam diri itu.." ujar si A.

Atau disaat-saat menjelang pemilu,

"Eh, kamu milih apa ntar?" tanya si X

"Aku sepertinya gak milih, golput aja lah, males.. "

"Tidak memilih ya memilih juga sebenarnya.. " ujar si X.

Obrolan yang tidak penting, mungkin. Membolak-balik kata entah dengan tujuan apa. Dari logika sederhana, diam dan bergerak (melakukan sesuatu), itu berbeda. Bagaimana bisa kemudian, diam bercampur dengan bergerak dan menjadi semakna dengannya. Demikian pula tidak memilih, yang berkait makna dengan lawannya; tidak memilih.

“Diam” dan “pilihan”, mungkin telah menjadi kata yang tidak lagi bermakna, karena untuk disiplin dalam menggunakan maknanya saja kita kesulitan. Alhasil, ketika ada satu kuasa yg menyuruh kita diam, kita tergagap mematuhinya, karena kita tahu apa dan bagaimana itu diam. Contohnya, agama menyuruh kita diam, ketika kita tidak paham akan suatu persoalan. Diam untuk tidak berkomentar, karena berkomentar diluar pemahaman, tentu saja bisa berbahaya, apalagi dalam kondisi konflik. Mungkin kita mengira diri kita telah diam, karena kita anggap komentar kita juga tidak berarti apa-apa, yang berarti sama saja diam tidak komentar. Atau jangan-jangan dialog tadi ada tafsiran harfiahnya, diam dirumah tidak kemana-mana, tapi jempolnya menjelajah seisi sosial media.

Namun diam itu dapat bermakna melakukan sesuatu, seperti halnya Mahatma Gandhi dengan Hartal-nya. Beliau menganjurkan untuk mogok, tidak bekerja yang juga bisa berarti diam atau tidak melakukan sesuatu jika dikaitkan dengan negasi-nya; bekerja. Diam memang bisa berarti luas, tergantung konteks dan maknanya. Namun demikian, kita harus hati-hati dengan konteks tersebut, sehingga tidak terjebak pada salah pemakaian kata. Diam, bermalas-malasan dirumah itu diam dalam arti yang sebenarnya, sehingga tidak perlu dimaknai berlebihan. Termasuk memahami kondisi diri, ruang dan waktunya. Dalam konteks komentar di media sosial, bisa jadi kita menganggap pendapat kita tidak bermakna. Namun karena banyak orang yang menganggap demikian untuk dirinya sendiri, maka media sosial pada akhirnya dijejali dengan pendapat-pendapat, yang bisa jadi rujukan oleh pendapat lain. Pendidikan diri pada tahap ini menjadi penting, selain sebagai sarana untuk memahami konteks sehingga bijak dalam berkomentar, tetapi juga untuk kewaspadaan kita mengambil pendapat orang sebagai rujukan, sehingga nuansa kebebasan pendapat tidak menjadi semakin runyam.

Dialog kedua tentang pilihan, ini lebih rumit lagi. Hidup manusia senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan, yang bisa jadi kita tidak menyadari bahwa kita telah memilih. Atau terlanjur menyadari pilihan-pilihan, sehingga semuanya dianggap pilihan tanpa batasan. Jika kita punya uang sepuluh ribu, dihadapkan pada penjual nasi dan es, maka membeli kerupuk bukanlah pilihan. Kita tidak bisa memilih kerupuk karena kerupuk tidak tersedia. Menyadari hal ini mungkin membuat kita lebih fokus. Jika memilih nasi dan es saja membuat kita berfikir, maka menambahkan kerupuk akan membuat otak kita berfikir yang tidak perlu. Berpikir efektif tentu membuat pikiran kita lebih sehat, sembari berharap hidup dan raga kita lebih berkualitas.

Disiplin makna sedari pikiran adalah kunci, untuk membuat pikiran lebih fokus ditengah banjir informasi seperti sekarang ini. Untuk dapat berdisiplin, tentu saja kita membutuhkan paham makna dan arti (definisi). Oleh karenanya, jika disiplin makna adalah pintu masuk kearifan, maka memahami definisi kata adalah ikhtiar untuk kesehatan jiwa dan raga.

Disiplin Makna Disiplin Makna Reviewed by KATALOGI on January 01, 2022 Rating: 5

No comments

Random Posts

3/random/post-list