Header Ads

Mitos, Takhayul dan Cinta

Sejarah interaksi manusia, selain dibumbui oleh konflik diantara sesamanya, juga seringkali dibumbui oleh mitos, terutama untuk mengisi ruang kosong dalam kronologi, sebagai penggambaran kekuatan dahsyat, “membersihkan” peran seorang tokoh atau bahkan untuk menyembunyikan fakta-fakta tertentu. Dalam sejarah Singosari misalnya, mitos seorang Ken Angrok dibuat sedemikian rupa, terutama untuk mengisi pertanyaan darimana dia berasal. Beberapa narasi menyebutkan dia adalah titisan Brahmana, meskipun lahir dari rakyat biasa. Mitos-mitos pula yang mengaburkan, apakah kisah Ramayana itu benar-benar ada.

Pertanyaan tentang kekuatan alam dahsyat juga membuat masyarakat menciptakan penggambaran-penggambaran tertentu, misalnya dalam mitologi Yunani, terdapat makhluk kuat seperti Poseidon sebagai penguasa lautan atau Thor, dalam mitologi Viking sebagai pengusasa petir. Mitologi ini memiliki kaitan erat dengan kepercayaan masyarakat pada jamannya. Mereka berharap dengan melakukan penggambaran, kemudian pemujaan, tercipta kehidupan harmonis dengan alam, termasuk antar manusia, dengan menganggap manusia sebagai bagian dari alam itu sendiri.

Mitos-mitos tersebut terkadang juga berkaitan dengan takhayul untuk meneguhkan pemitosan. Misalnya karena kita memitoskan suatu benda memiliki kekuatan, kita akan “terikat” oleh tatacara tertentu, misalnya berupa larangan-larangan, yang jika dinilai dengan alam pikir masyarakat modern yang logis dan materialis, tidak akan sejalan.

Namun demikian, alam pikir modern tidak sepenuhnya konsisten dengan kerangka pikir modernitas, yaitu logika dan materi/kebendaan. Meskipun mitologi semakin ditinggalkan, tetapi manusia modern tampaknya masih menggunakan takhayul, misalnya untuk mendramatisir kisah. Buktinya, tidak sedikit film-film Hollywood yang menggunakan takhayul sebagai pokok cerita, seolah-olah terjadi didunia nyata, terutama untuk kisah-kisah percintaan. Di “Serendipity” misalnya, tokoh wanita mempercayai bahwa jika “memang jodoh” dia akan dipertemukan dengan si tokoh pria, alih-alih cukup memberikan nomor telepon. Diakhir cerita cerita, tentu saja mereka bertemu dan berakhir bahagia. Atau di film “Just my Luck”, si tokoh wanita yang selalu beruntung, yang lalu percaya bahwa keberuntungannya telah diambil oleh si pria karena berciuman dengannya. Diakhir kisah, di wanita akhirnya mengabaikan keberuntungannya, karena menurutnya, keberuntungan terbesar adalah bersama si pria; mereka kemudian bersama dan berbahagia. Cerita-cerita itu tidak masuk akal sebenarnya, tapi menarik. Ada semacam kerinduan barangkali, yang membuat cerita seperti itu laku.

Manusia modern merindukan kebahagiaan. Sedangkan pengalaman mereka memenuhi kebutuhan melalui benda-benda inderawi, ternyata tak serta merta menumbuhkan kebahagiaan, hingga kemudian mereka menemukannya dalam cinta. Sedangkan cinta sendiri misterius, seperti halnya kekuataan alam yang memunculkan mitos-mitos, dalam hal ini mitosnya berupa cinta sejati. Namun kekosongan dalam “tata cara” kemudian mengembalikan kembali “takhayul” sebagai bumbu penyedap. Sebagaimana mitos yang terkadang digunakan untuk mengisi kronologi sejarah, cinta sejati adalah mitos yang digunakan oleh manusia modern untuk mengisi kerindukannya akan kebahagiaan. Kemudian, takhayul menjadi menarik, karena memunculkan harapan. Disadari atau tidak, mekanisme ini sepertinya hadir dalam alam pikir manusia kiwari.

Lantas, apakah dengan demikian cinta atau “cinta sejati” menjadi tidak ada? Ia mungkin ada, tetapi tidak bisa didekati dengan konsep yang dibuat oleh alam pikiran kita ini.

Mitos, Takhayul dan Cinta Mitos, Takhayul dan Cinta Reviewed by KATALOGI on January 16, 2022 Rating: 5

No comments

Random Posts

3/random/post-list