Header Ads

Pemikiran Ibn Khaldun tentang Keahlian

Kualitas Berbagai Keahlian akan Semakin Membaik dan Bervariasi Jika Banyak Permintaan

Alasannya sederhana saja, yaitu bahwa manusia tidak rela jika hasil karya dan jerih payahnya tidak dihargai. Sebab pekerjaan itulah yang menjadi sumber pendapatan dan mata pencahariannya. Sebab tidak ada sesuatu pun yang berarti baginya di sepanjang hidupnya selain pendapatan dari pekerjaannya tersebut. Karenanya ia tidak akan melakukan sesuatu kecuali jika sesuatu itu mempunyai nilai dalam komunitas masyarakatnya sehingga akan memberikan manfaat kepadanya.

Apabila suatu keahlian mendapat banyak permintaan dan banyak dicari para hartawan, maka keahlian tersebut menjadi komoditi yang banyak dicari dan diminati pasar dan menarik perhatian untuk dijual-belikan. Dengan kenyataan ini, maka warga masyarakat dalam komunitas tersebut termotivasi untuk mempelajari kerajinan tersebut semaksimal mungkin agar dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian mereka di kemudian hari.

Sebaliknya, jika suatu kerajinan tidak banyak yang meminta, maka pasar pun tidak tertarik untuk membelinya dan tidak ada keinginan masyarakat untuk mempelajarinya. Sehingga kerajinan tersebut akan ditinggalkan dan terabaikan.

Karena itulah Imam Ali bin Abi Thalib ra mengatakan, "Nilai setiap individu adalah ketrampilannya”. Maksudnya, karya atau keahlian yang dihasilkannya adalah nilainya, yaitu nilai pekerjaannya yang menjadi mata pencahariannya.

Di sini juga terdapat rahasia lain. Yakni, bahwa berbagai keahlian dan pengembangan kualitasnya sangat ditentukan sejauh mana kerajaan membutuhkannya. Hal ini dikarenakan bahwa komoditi yang dibutuhkan kerajaanlah yang mencapai oplah penjualan yang besar. Sedangkan keahlian yang tidak dibutuhkan kerajaan, melainkan hanya perorangan, tidaklah dapat diperbandingkan dengan komoditi yang dibutuhkan kerajaan. Sebab kerajaan merupakan pasar potensial dan terbesar, dimana di dalamnya terdapat berbagai kebutuhan dan yang membelanjakan uangnya tanpa perhitungan, sedikit dan banyak sama saja. Komoditi atau keahlian yang banyak dibeli menunjukkan bahwa keahlian dan komoditi tersebut lebih banyak dibutuhkan.

Adapun masyarakat umum, meskipun membutuhkan keahlian, akan tetapi bukanlah pasar potensial. Permintaan mereka tidaklah banyak dan transaksi yang terjadi pun sedikit.

Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.

Diatas adalah kutipan dari tulisan Ibn Khaldun dalam Mukaddimah. Dalam kutipan diatas setidaknya dua kata kunci, yaitu keahlian dan pemerintah.

Mengenai keahlian, dalam tulisan tersebut jelas Ibn Khaldun mengatakan jika keahlian yang “berguna” adalah keahlian yang banyak dibutuhkan (permintaan), maka dengan keahlian tersebut seseorang bisa mendapatkan penghasilan. Nilai keahlian kemudian ditentukan oleh seberapa mampu keahlian tersebut menjadi mata pencaharian. Disini Beliau memang tidak menjelaskan lebih rinci bagaimana proses permintaan tersebut terjadi. Beliau hanya menjelaskan permintaan paling penting adalah permintaan dari kerajaan (negara), karena negara memiliki sumber daya melimpah untuk membeli komoditi, sehingga orang-orang tertarik untuk masuk dalam keahlian untuk menghasilkan komoditi tersebut.

Pembahasan pertama adalah mengenai nilai barang. Sepertinya Ibn Khaldun cukup “rasional” bahwa barang yang bernilai adalah barang yang bisa dijual. Di masa sekarang, para produsen tidak hanya mengandalkan kegunaan barang semata agar suatu barang dapat dijual, tetapi mereka telah menggunakan metode pemasaran yang canggih, dimana barang yang bisa saja kita tidak butuhkan, karena adanya agitasi dan persuasi media, kita jadi membelinya. Dalam hal ini tetap saja ada permintaan atas barang tersebut dan ada kebutuhan didalamnya meskipun kebutuhannya tidak natural.

Kebutuhan

Untuk kebutuhan, sebagaimana kita tahu ada yang namanya kebutuhan pokok, yaitu berhubungan dengan cara manusia bertahan hidup, yaitu makanan untuk kebutuhan jasmaniah, rumah untuk tempat berlindung, dan pakaian untuk kebutuhan etika dan estetika. Selain itu, kita kenal kebutuhan interaktif, yaitu bahasa, yang jarang kita sebut karena tidak berwujud. Dalam bahasa ini, spektrum kebutuhan manusia lebih luas daripada kebutuhan pokok yang lain. Jika dalam makanan kita kenal dengan makanan biasa atau makanan mewah, dalam bahasa, cakupannya lebih luas, dari sekedar bahasa lesan untuk pergaulan sehari-hari sampai kepada kompleksitas ilmu pengetahuan yang juga disampaikan dengan bahasa, termasuk iklan-iklan. Itulah mengapa, manusia begitu tertarik dengan berbagai barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, karena produsen telah menggunakan kebutuhan manusia itu sendiri, yaitu bahasa. Manusia “membutuhkan” iklan yang akan mengantarkannya pada kebutuhan-kebutuhan yang lain. Manusia merasa dirinya masuk dalam pengiklanan tersebut karena memenuhi kebutuhan imajinatif dan aktualisasi. Dalam imajinasinya pun, manusia menggunakan bahasa, sehingga manusia kemudian begitu akrab dengan iklan karena seolah memvisualisasikan imajinasinya. Adanya iklan-iklan membuat permintaan menjadi berkembang. Dengan berpijak pada pernyataan bahwa permintaan akan menciptakan keahlian, maka segala sesuatu yang berpotensi meningkatkan permintaan sebaiknya didukung, termasuk iklan-iklan. Faktor permintaan yang lain tentu saja pendapatan masyarakat. Masyarakat tidak akan membeli jika tidak memiliki uang.

Lantas, jika kita terlalu menuruti imajinasi, bukankan itu adalah hasrat yang dapat membuat kita terjebak pada sifat boros? Sifat boros ini, dari sisi perekonomian secara umum memang menguntungkan karena dapat menciptakan permintaan seperti penjelasan diatas. Namun boros merugikan dari sisi keseimbangan alam, karena menciptakan sampah, sehingga keberlangsungan bumi bisa terancam. Tidak bisa mengelola sampah juga bisa berakibat banjir yang justru mengancam kehidupan manusia. Atau hasrat konsumsi pada kayu-kayu, mengakibatkan hutan ditebang, yang juga bisa mengakibatkan banjir dan longsor. Jika hanya mengandalkan peran serta pribadi masing-masing tentu tidak akan cukup, dan keberlangsungannya juga akan diragukan. Cara paling mudah adalah kita menyerahkannya kepada negara/pemerintah untuk menjadi pembuat kebijakan dan penegak aturan yang adil. Namun demikian, jika kita mengandalkan pemerintah semata, kita juga perlu skeptis karena peran pemerintah juga sebagai pembeli dan menciptakan permintaan, sehingga ada potensi benturan kepentingan.

Pemerintah

Peran pemerintah untuk menciptakan permintaan ini memang strategis karena pemerintah dapat mendorong satu sektor tertentu untuk tumbuh. Misalnya hal-hal yang bersifat kelestarian kebudayaan. Pemerintah, dengan anggarannya, dapat menyelenggarakan berbagai pementasan tradisional yang sudah mulai jarang ditampilkan, kemudian membuat cara pemasaran yang baik, agar pementasan itu digemari. Jika produsen-produsen saja, dengan iklan mampu menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, pemerintah seharusnya juga mampu, karena memiliki sumber daya cukup besar. Sebagai pencipta permintaan, Ibn Khaldun juga menggaris bawahi bahwa negara dapat melakukan pengeluaran tanpa perhitungan, karena sumber dayanya yang besar. Dalam hal ini, yang dimaksud Ibn Khaldun sepertinya negara memiliki hak untuk mencetak uang, sehingga dengan hak tersebut negara dapat merangsang perekonomian secara umum, disamping hak untuk memungut pajak. Pencetakan uang dan hasil pajak ini, jika dibarengi dengan belanja yang efektif, dapat merangsang keahlian-keahlian baru (diversifikasi) dan meningkatkan produksi yang sudah ada, yang kemudian dapat diekspor dan meningkatkan surplus negara. Namun demikian, yang perlu dipikirkan kemudian adalah sampai sejauh mana, belanja ini tidak meningkatkan inflasi, yang justru kontraproduksi terhadap perekonomian negara.

Pemikiran Ibn Khaldun tentang Keahlian Pemikiran Ibn Khaldun tentang Keahlian Reviewed by KATALOGI on February 14, 2022 Rating: 5

No comments

Random Posts

3/random/post-list