Header Ads

PPN dengan DPP Nilai Lain (Bag.2)


Selain Penyerahan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer; penyerahan LPG tertentu (LPG Subsidi); dan penyerahan barang hasil pertanian tertentu, ketentuan DPP Nilai adalah sebagai berikut:


4.   Penyerahan hasil tembakau (PMK-207/PMK.010/2016).

Untuk penyerahan hasil tembakau ini terkait dengan pemungutan cukai oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Menurut PMK-207/PMK.010/2016, besarnya PPN atas penyerahan hasil tembakau dikenai PPN sebesar 9,1% dari harga jual eceran (HJE) dan dikenakan sekali pada tingkat produsen. Tarif ini tidak menyimpang dari ketentuan PPN sebesar 10%, karena diasumsikan semua pelaku usaha dalam rantai produksi dan distribusi ini sudah berstatus sebagai PKP (100%), sehingga penghitungannya adalah sebagai berikut:


Harga Jual (HJE) = (PPN + harga banderol) x 100%

Sedangkan harga banderol dihitung (100/110) x HJE, dan karena PPN = 10% x harga banderol, maka PPN = 10% x (100/110) x HJE, sehingga PPN hasil tembakau = 9,1% x HJE.

Adapun pajak masukan atas perolehan BKP/JKP sehubungan dengan penyerahan hasil tembakau ini dapat dikreditkan.

 

5.   Penyerahan pupuk tertentu untuk sektor pertanian (PMK-62/PMK.03/2015).

Definisi pupuk tertentu sesuai PMK-62/PMK.03/2015 adalah pupuk bersubsidi untuk kebutuhan kelompok tani dan/atau petani di sektor pertanian, yang meliputi Pupuk Urea, Pupuk SP 36, Pupuk ZA, Pupuk NPK dan jenis pupuk tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Sesuai ketentuan tersebut secara umum terdapat dua “penanggung PPN”, yaitu pemerintah dan konsumen akhir. Untuk bagian harga yang disubsidi pemerintah, PPN-nya ditanggung oleh pemerintah, sedangkan bagian harga yang dibayar konsumen akhir (bagian harga yang tidak disubsidi), PPN-nya dibayar oleh konsumen akhir (pembeli). Untuk bagian yang disubsidi tersebut, nilai lainnya dihitung 100/110 dari jumlah pembayaran subsidi, sehingga PPN nya sebesar 10/110 dari jumlah pembayaran subsidi. Mekanisme ini pada dasarnya adalah pembayaran dari antar pos di APBN, yaitu anggaran belanja untuk PPN ditanggung pemerintah yang kemudian masuk ke pos penerimaan pajak. Sedangkan untuk bagian harga yang tidak disubsidi, DPP-nya sebesar 100/110 dari harga eceran tertinggi (HET), sehingga PPN-nya sebesar 10/110 dari HET.


Pemungutan PPN ini dilakukan pada level produsen. Distributor dan pengecer tidak memungut PPN dan tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP. Oleh karenanya, untuk pajak masukannya, terdapat dua ketentuan, yaitu apabila penyerahannya antar produsen, dapat dikreditkan dan apabila penyerahannya ditingkat distributor maupun pengecer, tidak dapat dikreditkan.

 

6.   Penyerahan emas perhiasan (PMK-30/PMK.03/2014)

Emas perhiasan ini berbeda dengan emas batangan. Menurut UU PPN, emas batangan termasuk jenis barang yang tidak dikenai PPN. Sedangkan emas perhiasan adalah emas yang olah lebih lanjut yang digunakan (perhiasan). Besarnya DPP emas perhiasan ini adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari harga jual Emas Perhiasan atau nilai penggantian, sehingga PPN-nya sebesar 2% dari harga jual atau nilai penggantian. Pajak masukan sehubungan dengan penyerahan emas perhiasan ini tidak dapat dikreditkan.


Sekilas kita perhatikan, nilai PPN-nya cukup kecil yaitu hanya sebesar 2% dari harga jual. Namun demikian, pajak masukan yang sudah dibayar sehubungan dengan penyerahan emas ini tidak dapat dikreditkan sehingga penjual emas perhiasan hampir pasti tidak lebih bayar. Nilai 2% tersebut ada “tarif final” dengan mengasumsikan biaya-biaya (DPP pajak masukan) sebesar 80% dari omset (DPP pajak keluaran), sehingga diperoleh margin sebesar 20% yang kemudian dikenai PPN tarif 10%, sehingga tarif efektifnya menjadi sebesar 2%.

 

7.   PPN Kegiatan Membangun Sendiri (PMK-163/PMK.03/2012)

Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:


a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;

b.   diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan

c.    luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).


Misalnya PT A adalah perusahaan garment. PT A bermaksud membangun sebuah gedung untuk gudang tambahan seluas 210 m2. PT A tidak menggunakan rekanan perusahaan konstruksi dalam pembangunan gedung tersebut, sehingga PT A diwajibkan untuk membayar PPN kegiatan membangun sendiri. DPP untuk PPN membangun sendiri ini adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah, sehingga PPN sebesar 2% dari jumlah biaya. Pajak masukan yang dibayarkan dalam kegiatan membangun sendiri ini tidak dapat dikreditkan. Misalnya PT A membeli bahan bangunan yang pajak masukannya dipungut oleh penjual, maka pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

 

8.   Penyerahan Jasa penyediaan Tenaga Kerja (PMK-83/PMK.03/2012)

Sesuai dengan UU PPN, jasa tenaga kerja termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai PPN, yang kemudian diatur dalam PMK-83/PMK.03/2012. Definisi jasa tenaga kerja yang tidak dikenai PPN sesuai PMK tersebut adalah:


a.  tenaga kerja yang memperoleh imbalan/gaji dan bertanggung jawab atas pekerjaannya;

b.  jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan

c.   jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.


Kriteria dari batasan jasa tenaga kerja juga diatur lebih rinci dalam PMK-83/PMK.03/2012. Apabila terdapat jasa tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut, maka atas jasa tenaga kerja tersebut dikenai PPN dengan DPP sebesar seluruh tagihan atas penyerahan jasa penyediaan tenaga kerja kepada pengguna jasa, termasuk imbalan yang diterima tenaga kerja berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya.

 

Ketentuan mengenai DPP nilai lain juga diatur PMK-121/PMK.03/2015, yaitu sebagai berikut:

1. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, DPP-nya Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

2.  Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, DPP-nya Harga Jual  atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

3.   Penyerahan film cerita, DPP-nya perkiraan hasil rata-rata per judul film;

4.   Penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;

5.  Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, DPP-nya harga pasar wajar;

6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang, DPP-nya harga pokok penjualan atau harga perolehan;

7. Penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara, DPP-nya harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;

8.   Penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang, DPP-nya harga lelang;

9.  Penyerahan jasa pengiriman paket, DPP-nya 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan, DPP-nya 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya.

10.Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.

 

Selain menggunakan nilai lain, penghitungan “menyimpang” dari konsep umum PPN adalah penggunakan pedoman, yaitu sesuai PMK-79/PMK.03/2010, yang mengatur pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan untuk penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Sesuai PMK tersebut, pajak masukan ditetapkan sebesar 90% dari pajak keluaran atas penyerahan kendaraan bermotor bekas. Ketentuan ini mirip dengan PPN atas emas perhiasan, bedanya hanya dari sisi persentase. Dengan demikian tarif efektif untuk penyerahan kendaraan motor bekas oleh adalah sebesar 1% dari nilai penyerahannya.

PPN dengan DPP Nilai Lain (Bag.2) PPN dengan DPP Nilai Lain (Bag.2) Reviewed by KATALOGI on April 02, 2022 Rating: 5

No comments

Random Posts

3/random/post-list