Header Ads

Belajar dan Menjadi Lebih Nyaman


Jika kamu tidak tahan dengan lelahnya belajar, kamu akan merasakan pedihnya kebodohanImam Syafi’i.


Dalam konteks sosial-ekonomi, kita dapat mengatakan bahwa menghadiri kelas penting untuk mendapatkan status yang lebih tinggi di masyarakat. Pendidikan diyakini sebagai solusi kemiskinan. Banyak orang bersekolah dan mendapatkan gaji yang baik di tempat kerja setelah mereka lulus. Pendidikan akan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan masyarakat, meningkatkan produktivitas negara dan kemudian, membuat negara selangkah lebih maju. Demikian juga, orang-orang di negara maju akan mendapatkan lebih banyak uang daripada di negara berkembang. Lebih banyak uang berarti kita bisa mendapatkan lebih banyak kenyamanan dalam hidup.


Namun, kita harus cermati kepedihan seperti apa yang akan kita dapatkan. Jika rasa lelah tidak sebanding dengan kepedihannya, kenikmatan bisa kita dapatkan setiap saat. Katakanlah, siswa yang gigih belajar setiap hari. Di sisi lain, ada siswa yang bersemangat mendapatkan kesenangan setiap hari. Setelah mereka lulus, siswa rajin akan mendapatkan pekerjaan yang layak dengan gaji yang kompetitif, namun posisi tersebut membutuhkan lebih banyak waktu untuk dicurahkan. Disisi lain, mereka yang malas dan suka hura-hura akan mendapatkan pekerjaan biasa dengan upah rendah, tetapi mereka memiliki cukup waktu untuk bersenang-senang dengan diri mereka sendiri dan keluarga mereka, meskipun hanya momen kesenangan biasa, bukan momen mewah. Terkadang, orang yang malas mungkin akan iri dengan pencapaian yang didapatkan siswa rajin, karena mereka mendapat gaji yang lebih tinggi, sehingga kualitas hidup yang lebih tinggi. Namun demikian, hal tersebut tergantung pada persepsi mereka tentang makna dalam hidup. Jika mereka mencoba untuk menikmati apa yang mereka dapatkan tanpa mengambil sebanding dengan status yang lebih tinggi, hidup mereka mungkin akan baik-baik saja, bahkan lebih bahagia daripada apa yang diperoleh siswa rajin. Oleh karena itu, siswa malas tidak selalu lebih menderita daripada yang gigih.


Saya hanya ingin mengatakan bahwa kutipan itu benar, tetapi dengan beberapa syarat. Pertama, kita perlu perhatikan bahwa kutipan adalah alat motivasi. Susunan kata terlihat kuat, sehingga bisa menjadi slogan. Dalam pemikiran sekilas, kutipan benar. Kedua, kita tidak boleh menguraikan kutipan itu dengan interpretasi ekonomi dan materi, karena mungkin terjadi kontradiksi. Dalam istilah ekonomi, substansi materi penting yang juga menjadi titik pusat dalam analisis positivisme dan ilmu pengetahuan modern. Sementara itu, dalam banyak kasus, rasa sakit dan nyaman tidak bisa ditunjukkan oleh indera kita saja. Ekonomi berkaitan dengan kesejahteraan, sedangkan belajar berkaitan dengan makna dan kebahagiaan. Logika ini mirip dengan sekularisme, memisahkan agama dengan negara, tetapi dalam konteks ini kita memisahkan kesejahteraan dan kebahagiaan. Ketiga, kita dapat menguraikan kelelahan dan kepedihan secara psikologis dan dalam penerimaan batin yang melekat dengan interpretasi kita tentang kehidupan. Ketika kita sedang belajar, kita sering merasa lelah. Namun demikian, setelah kami mendapatkan pemahaman, kita akan puas. Pemahaman tersebut terkait dengan kegiatan kita nanti. Tentunya juga berkaitan dengan ilmu dan ilmu apa yang kita pelajari. Kutipan tersebut, secara tersirat, menyarankan kita untuk selektif dalam belajar. Tidak setiap ilmu (dan pengetahuan) berguna bagi kehidupan kita dan bermakna. Keempat, kita harus mempersiapkan masa depan. Kita tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, jadi kita harus mempersiapkannya dengan baik. Terkadang, orang mendapat tanggung jawab atas kompetensi, atau tantangan mereka. Jika kita sudah mempersiapkan diri, kita bisa menghadapi tantangan ini dengan lancar dan tidak menutup kemungkinan kita mendapatkan amanah yang lebih menantang dari sebelumnya, sehingga membuat hidup kita lebih berkualitas. Kompetensi kita adalah dasar. Jika kualitas hidup kita stagnan dan untuk meningkatkan, kita perlu berjuang dan terkadang perjuangan itu tidak mudah. Namun, ada harga dari pengorbanan kita, jika kita melakukannya dengan benar dan mengantisipasi dengan bijak.


Singkatnya, kutipan itu masih relevan sampai sekarang.

Pertanyaan selanjutnya, ilmu dan pengetahuan seperti apa yang harus kita pelajari? Kita hidup di era digital dimana informasi dan pengetahuan dapat diperoleh dengan lebih mudah dan murah. Namun, banyak pengetahuan yang tidak sesuai dengan diri kita sendiri. Misalnya, jika kita secara alami berbakat dengan matematika, kita seharusnya tidak terlalu banyak belajar sepak bola. Kita harus mencurahkan waktu kita untuk belajar matematika, untuk menjadi ahli matematika di masa depan. Mengetahui bakat kita membutuhkan dialektika terus menerus dengan diri kita sendiri dan lingkungan sekitar, seperti keluarga, teman dan pendidikan. Mungkin kita senang bermain sepak bola, namun rasa lelah dalam belajar matematika akan terbayar dengan kebahagiaan kita di masa depan daripada ngotot bermain sepak bola untuk kesenangan saat ini. Setiap orang memiliki rasa altruistik dimana kita akan lebih tentram jika bisa berkontribusi pada orang lain, dan cara terbaik untuk menjadi kontributor adalah menjadi ahli.


Lebih jauh lagi, sains bisa murni bebas nilai. Kita harus memberi nilai, memberi manfaat bagi masyarakat dan peradaban kita. Keuntungan bisa ditimbang dengan nilai pribadi kita. Jika kita Muslim, kita bisa mengambil nilai pribadi kita dari Islam atau ajaran Nabi Muhammad. Selain itu, konsep akan membuat hidup kita lebih bermakna karena kita memiliki cita-cita yang ingin diterapkan dalam kehidupan kita dan masyarakat. Tentu saja, kita membutuhkan dialektika untuk mendapatkan sintesis terbaik.

Belajar dan Menjadi Lebih Nyaman Belajar dan Menjadi Lebih Nyaman Reviewed by KATALOGI on April 23, 2022 Rating: 5

No comments

Random Posts

3/random/post-list