Konsep Masyarakat Sejahtera
Gemah Ripah Loh Jinawi
Sebenarnya, masih banyak
pelajaran dari leluhur kita yang bisa kita gali, salah satunya adalah sesanti
Gemah Ripah Loh Jinawi. Sebagian dari kita mungkin akan memahami ungkapan
tersebut sebagai gambaran hasil, yaitu subur makmur sejahtera. Namun,
berdasarkan cerita dari leluhur, Gemah Ripah adalah suatu proses. Sedangkan
hasilnya adalah Tentrem Kerta Raharja.
Pertama-tama, manusianya
harus memiliki mindset Gemah Ripah. Seseorang jika ingin hidup dan hatinya
tenteram, harus makmur ekonomi (ripah) terlebih dahulu. Cara terbaik untuk
Ripah adalah Loh Jinawi, yaitu memaksimalkan apa yang sudah dihamparkan kepada
kita. Rejeki sudah diatur oleh Tuhan, namun rezeki adalah di “langit” sedangkan
manusia berada di bumi. Oleh karenanya, manusia harus bangun, bangkit dan
bekerja untuk menjemput rezeki. Tidak semua orang dapat mengoptimalkan
potensinya, tergantung cara pikir dan cara kerja orang tersebut.
Sesanti Gemah Ripah Loh
Jinawi ini berkaitan erat dengan wirausaha. Sesanti ini terdiri dari empat
baris sebenarnya, yaitu Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Titi Tentrem Kerta Raharja,
Tuwuh Kang Sarwo Tinandur, Murah Kang Sarwo Tinuku. Gemah Ripah Loh Jinawi
dalam kewirausahaan yaitu meyakini rezeki sudah ada untuk kita, asal kita mau
bergerak sedangkan Loh Jinawi berarti melihat sesuatu dengan cara pandang yang
berbeda, itulah mindset kewirausahaan. Misalnya, orang yang tinggal di tempat
subur maupun gurun tandus, perlu memiliki cara pandang yang berbeda
(kreativitas) dengan lingkungan tersebut untuk memetakan potensi, menciptakan
value, sehingga bisa menghasilkan sesuatu. Jika sudah mendapat rezeki, perlu
kita tata. Tata Titi ini sebenarnya memiliki kelanjutan, yaitu Tata Titi Titis
Tutug. Tata titi, adalah perencanaan, ketelitian, pengelolaan dan evaluasi,
atau yang kita sebut sebagai manajemen. Titis adalah tepat sasaran. Tatag berarti
sungguh-sungguh, yaitu karakterek entrepreneurship untuk berani risiko dan
tutug berarti menyelesaikan apa yang sudah kita mulai.
Jika kita bicara
penciptaan, Tuhan menciptakan bumi dan langit dalam 6 (enam) hari, padahal
hanya kun saja bisa. Tafsirnya adalah kita hidup di dunia ini memerlukan
proses. Misalnya kita ingin sesuatu, maka oleh Tuhan dikasih tantangan dan
cobaan, tidak langsung diberikan secara langsung.
Baris ketiga adalah gambaran dan ukuran. Tuwuh Kang Sarwo Tinandur, Murah Kang Sarwo Tinuku bisa disebut sebagai value chain. Bahan baku dan komoditas, dihasilkan dari tanaman atau hasil kita sendiri, tidak impor. Hasil olahan inipun murah dan terjangkau, yaitu konsumen dan masyarakat kita merasa memiliki daya beli yang cukup serta tersedia dalam pasar yang berkeadilan (fair trade). Harapan pelaku ekonomi terpenuhi dalam rantai nilai ini. Budidayanya ada dan ada yang bisa membudidayakan dengan baik pula. Yang membudidayakan juga mendapat hasil dengan baik (berkeadilan). Misalnya petani. Dalam value chain, tidak hanya produksi dan komersial tetapi juga petaninya mendapatkan hasil yang sesuai, sehingga ekosistemnya harus terpadu. Tuwuh dan Murah itu satu ekosistem dari produksi sampai komersialisasi. Yang penting adalah menciptakan perdagangan yang berkeadilan. Misalnya perajin batik. Kain dari perajin misal dijual hanya 10-20 ribu. Ketika sudah dibuat baju atau dijual baju ke luar negeri bisa sampai jutaan. Ini contoh tidak adil. Salah satu solusi melalui koperasi multipihak, yaitu mengintegrasikan budidaya, produksi sampai komersialisasi dalam satu ekosistem, sehingga ketika terjual 1 juta, maka perajin berhak untuk bagi hasil yang sepadan.
Baldatun Thoyibatun Warobbun Ghofur
Dalam Islam, Baldatun
Thoyibatun, diterjemahkan sebagai negeri yang toyyibah. Dalam konsep ini, tidak
hanya sejahtera tetapi juga kesejahteraan tersebut dicapai dalam konteks ujian
kebenaran, yaitu dengan cara-cara yang baik. Negara sejahtera belum tentu
dicapai dengan cara-cara yang baik, sehingga dengan kata lain ekonomi perlu
diuji secara akhlak dan moral. Itupun belum cukup, harus diuji lagi dengan
Warobbun Ghofur.
No comments