Kemiskinan di Swedia
Swedia adalah salah satu negara terkaya didunia (pendapatan per kapita sekitar USD 50 ribu), dengan tingkat ketimpangan yang rendah (indeks gini 26,9), sehingga bagaimana kondisi orang miskin disana tentu saja memicu rasa ingin tahu. Ilustrasi ini berasal dari pengguna Quora dari Swedia, yang menuliskan kisah kawannya, keluarga imigran dari Suriah.
Kawan
tersebut memiliki seorang istri dan tujuh orang anak, dan sudah dua tahun
tinggal di Swedia. Dia menyewa apartemen seharga SEK 8.000 krona, yang memiliki
tiga kamar, satu ruang makan dan 1 dapur. Swedia masih menggunakan krona,
berbeda dengan negara Uni Eropa lain yang menggunakan uero. Selain Swedia, Denmark
juga masih menggunakan mata uang lokal, yaitu krona Denmark. Sebagai gambaran, 1
krona Swedia kurang lebih sekitar Rp 1.475 dan 1 euro sekitar 10,2 krona. Sedankan
1 krona Denmark kurang lebih 1,4 krona Swedia.
Untuk
memperlancar bahasa Swedia, kawan itu menghadiri sekolah bahasa Swedia yang dibiayai
oleh pemerintah Swedia. Ketika teman-temannya makan pizza, si kawan ini tidak
ikut makan bersama dan memilih untuk pulang dan makan ke rumah, untuk menghemat
biaya.
Kawan
ini aktif berpartisipasi dalam berbagai program pelatihan dan magang yang
diselenggarakan oleh pemerintah Swedia, sehingga biaya transport dan tempat
tinggal disupport oleh negara, sekaligus dia mendapatkan jatah tambahan makanan
dan berbagai kebutuhan lainnya dari negara. Tidak ada barang berharga di
apartemennya. Kawan ini juga tidak pernah berlibur, tidak memiliki barang mewah
bahkan tidak pernah makan di restoran. Namun demikian, dia tidak perlu
merisaukan kebutuhan penghangat di suhu Swedia yang dingin (sudah disediakan di
apartemen), pendidikan untuk anak-anaknya dan layanan kesehatan.
Pengalaman
penulis lain juga mengungkapkan, penduduk miskin di Swedia juga mendapat “layanan”,
dicek dua kali setiap sebulan apakah mereka kelaparan. Mereka mendapat antrian
untuk tinggal di apartemen, namun karena ketersediaan apartemen terbatas,
atrian ini memakan waktu yang cukup lama. Mereka juga mendapatkan bantuan SEK 10.000
krona sebulan.
Dengan
demikian, orang miskin di Swedia tentu saja berbeda dengan tipikal orang miskin
di negara lain, dimana untuk kebutuhan makan saja susah. Orang miskin di Swedia
adalah mereka yang tidak mampu memenuhi standar hidup orang Swedia kebanyakan,
yang tentu saja “masih lebih baik” daripada orang miskin di Indonesia misalnya.
Secara statistik, penduduk miskin di Swedia adalah mereka yang memiliki
penghasilan dibawah SEK 13.000 krona per bulan.
Sementara
itu, jumlah tuna wisma dan penduduk miskin meningkat di Swedia dalam 10 tahun
terakhir. Tahun 2011, terdapat 4.500 orang tuna wisma darurat di Swedia dan tahun
2017 meningkat menjadi 5.935 orang. Total penduduk Swedia sekitar 10 juta jiwa.
Demikian halnya dengan pengangguran, juga meningkat menjadi 8,45% tahun 2020
dari 6,83% tahun 2019.
Meskipun
tampak tidak terlalu buruk, menjadi miskin di negara bebas dan kaya tentu saja tetap
tidak nyaman, karena kemiskinan membuat “kebebasan menjadi terbatas”. Disaat teman-teman
lain mampu membayar untuk konsumsi atau melakukan hobi, penduduk miskin tentu
saja tidak dapat melakukan seleluasa teman-temannya yang lebih kaya. Untuk merencanakan
memiliki anak tentu juga akan berfikir dua kali, mengingat biaya hidup yang lebih
besar. Mekanisme jaminan sosial di Swedia juga membedakan penduduk asli miskin
dengan pendatang. Benefit yang diperoleh penduduk asli lebih besar daripada
pendatang.
No comments